Minggu, 15 April 2018

(Mimpi) Jaminan Kesehatan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia : Optimalisasikan Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Untuk Indonesia yang Lebih Baik


Kesehatan wajib dimiliki dan diupayakan oleh semua orang, karena kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia. Sebuah kata bijak tentang kesehatan menyatakan bahwa kesehatan bukanlah segalanya, namun tanpa kesehatan  segalanya tidak berarti apa-apa.


(dari ki-ka) 
Sifing Lestari, dr.Rosita Rivai, Yusuf Wibisono,
 Chandra N., dr. Prasetyo


Pada Rabu kemarin (11/3), saya berkesempatan hadir dalam sebuah acara diskusi Idealektika Forum #3, Pemberdayaan Kesehatan ala Dompet Dhuafa Menuju Indonesia Universal Health Coverage 2018, yang mengangkat tema (Mimpi) Jaminan Kesehatan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, di Sofyan Hotel, Tebet, Jakarta.

Diskusi publik kesehatan ini merupakan forum ketiga yang diselenggarakan bersama Dompet Dhuafa dengan kolaborasi lembaga think thank IDEAS dan IMZ DD University dalam rangka membahas masalah isu kekinian. Forum kali ini dihadiri oleh Sifing Lestari sebagai Moderator, Chandra Nurcahyo, SKM selaku Asisten Deputi Bidang Pengelolaan Faskes Primer dari BPJS Kesehatan, dr. Prasetyo Widi Buwono Sp.PD KHOM selaku Wakil Sekjen PB IDI, dan Yusuf Wibisono yang merupakan Direktur IDEAS.

Universal Health Coverage (jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat) memang masih menjadi sebuah mimpi bagi bangsa ini. Sebenarnya undang-undang telah mengamanatkan bahwa jaminan  kesehatan menjadi hak seluruh masyarakat dan merupakan tanggung jawab negara.  Undang-Undang Nomor 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah  menggariskan bahwa jaminan kesehatan merupakan hak rakyat. Selain kesehatan, rakyat juga berhak atas jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. 


Bpk. Yuli Pujiadi selalu Keynote Speaker dari Dompet Dhuafa mengatakan kesehatan menjadi hal penting dan harus dijadikan perhatian oleh kita semua. Saat ini kami telah memiliki 8 Rumah Sakit dan 11 Layanan kesehatan, dan itu gratis bagi yang sudah menjadi member kami.

Kesenjangan ekonomi cenderung terjadi secara persisten lintas generasi. Kesenjangan kesehatan akarnya ďapat ditelusuri  dari kesenjangan dalam komsumsi makanan, yang berimplikasi pada buruknya kualitas asupan gizi, yang pada gilirannya menurunkan tingkat kecerdasan anak secara permanen.
Status sosial ekonomi yang lebih rendah berasosiasi kuat dengan tingkat kesakitan dan kematian yang lebih tinggi.


Direktur IDEAS Yusuf Wibisono
(paling kanan)

Ruang intervensi tidak terbatas hanya dalam pengeluaran dan konsumsi makanan, namun juga dalam kualitas tempat tinggal dan lingkungan hidup, layanan kesehatan hingga pola makan dan gaya hidup, seperti kebiasaan merokok, karena di Indonesia telah berada pada tingkat yang mengkhawatirkan untuk masalah konsumsi rokok dan tembakau.

Yusuf Wibisono selaku Direktur IDEAS menjelaskan bahwa untuk tenaga medis, terutama dokter, masih terkonsentrasi didaerah yang padat penduduk saja, terutama dikota-kota besar yang menawarkan kelengkapan fasilitas, karir dan pendapatan yang tinggi. Disebagian daerah banyak puskesmas tidak memiliki dokter dan dibeberapa daerah bahkan puskesmasnya pun tidak tersedia.

Ketersediaan layanan kesehatan masyarakat dan subsidi asuransi kesehatan bagi si miskin adalah penting untuk kesejahteraan si miskin, namun tidak mencukupi untuk menghapus kesenjangan kesehatan.



dr. Prasetyo Widi Buwono Sp.PD - KHOM selaku Wakil Sekjen PB IDI menerangkan tentang faktor-faktor penentu keberhasilan Jaminan Kesehatan Nasional adalah ketersediaan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama bermutu dan Dokter di FKTP yang handal serta tersebar merata  diseluruh wilayah NKRI, Rayonisasi/Regionalisasi Fasilitas Kesehatan sesuai pola rujukan, Iuran yang memenuhi azaz keekonomian, dan Perkuat Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM).



Asisten Deputi Bidang Pengelolaan Faskes Primer yang mewakili BPJS Kesehatan, Chandra Nurcahyo, SKM,  yang turut hadir dalam acara diskusi ini memaparkan belum lengkapnya sarana dan prasarana FKTP yang masih beragam dan keberagaman kompetensi dari masing-masing dokter di FKTP dapat menjadi tantangan tersendiri dalam terlaksananya JKN. Tentunya peran serta aktif dari Profesi Dokter dalam upaya pemberian pelayanan yang bermutu kepada masyarakat menjadi salah satu harapan.

Universal Health Coverage tidak hanya sebatas kuratif atau hospital based melainkan juga seluruh upaya kesehatan mulai dari promotif, preventif, kuratif, rehabilitative, dan palliative health. Upaya promosi kesehatan dapat mengurangi angka kesakitan dan angka kematian, terutama bagi dhuafa yang secara tingkat pengetahuan dan kesadaran kesehatan masih sangat rendah.




"Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) sebagai salah satu pemberdayaan kesehatan Dompet Dhuafa telah mencapai jumlah penerima manfaat sebanyak 208.232 jiwa. Intervensi dalam program ini lebih banyak kepada aspek promosi dan preventif, hingga mencapai 61,29 persen sedangkan kuratif hanya 38,72 persen. Hal ini tentu sesuai dengan semangat Indonesia Universal Health Coverage yang kedepan akan menitikberatkan pada kesehatan masyarakat." papar dr. Rosita Rivai selaku GM Divisi Kesehatan Dompet Dhuafa.


Dompet Dhuafa juga telah membangun model wakaf pemberdayaan kesehatan Rumah Sakit sebagai bagian dari fokus upaya layanan kesehatan dan distribusi akses kesehatan yang lebih baik.

Peran masyarakat juga dapat menggerakkan  masyarakat dan stakeholder terkait dalam rangka sinergi bersama. Seperti halnya program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang menyasar kesehatan lingkungan dimana memerlukan peran bersama, baik Dinas Kesehatan, Dinas Pemukiman, Bapeda, Desa, dengan komponen masyarakat dan NGO sebagai penggerak di masyarakat itu sendiri.(dL). 


0 komentar:

Posting Komentar