Senin, 30 April 2018

Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) 2018 : Tingkatkan Kesadaran, Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Untuk Hadapi Potensi Bencana



Bencana alam adalah suatu kejadian yang tidak pernah kita inginkan kedatangannya. Bermacam kejadian bencana alam bisa terjadi seperti banjir, gempa bumi, kebakaran hutan, badai angin atau lainnya. Dan ini dapat mengubah berbagai aspek kehidupan pada ribuan orang di seluruh belahan dunia.

Kekuatan destruktif murni yang dibawa oleh bencana ini tidak dapat dihentikan, tetapi dapat dihindari sampai batas waktu tertentu, misalnya dengan mencegah adanya korban jiwa.

Berdasarkan hasil kajian risiko bencana yang disusun BNPB tahun 2015, jumlah jiwa terpapar risiko bencana kategori sedang-tinggi tersebar di 34 provinsi mencapau 254.154398 jiwa. Selama tahun 2017, terdapat 2.372 kejadian bencana, yang mengakibatkan 377 jiwa meninggal dunia atau hilang dan 3,49 juta mengungsi.

Gambaran tren bencana global kedepan juga akan cenderung meningkat karena pengaruh beberapa faktor, seperti meningkatnya jumlah penduduk, urbanisasi, degradasi lingkungan, kemiskinan dan pengaruh perubahan iklim global.




Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menilai bahwa kesiapsiagaan diri sendiri dan keluarga menjadi begitu penting. Individu sebagai bagian dari keluarga diharapkan memiliki rencana kesiapsiagaan bencana.

"Kesepakatan pada saat 'prabencana' perlu dibuat bersama oleh seluruh anggota keluarga agar mereka lebih siap menghadapi situasi ketika darurat bencana," ungkap Kepala BNPB Willem Rampangilei.


Willem Rampangilei (kiri), Wisnu Widjaja (tengah) 
dan jajaran BNPB ikut berpartisipasi dalam 
geladi evakuasi bencana HKB 2018

Willem Rampangilei yang memimpin Apel Pagi dan Geladi Evakuasi Bencana Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) 2018 di Graha BNPB, Jakarta, Kamis (26/4) menyampaikan bahwa masing-masing keluarga perlu menyepakati rencana menghadapi situasi darurat dengan beberapa skenario, karena aksi yang perlu dilakukan bisa menjadi berbeda untuk kondisi yang berbeda. Skenario dibuat bersama oleh seluruh anggota keluarga sesuai jenis bahaya yang mengancam. Dalam skenario, disepakati siapa melakukan apa dan bagaimana caranya.

Indonesia menjadi salah satu negara yang berisiko tinggi terhadap ancaman bencana gempa bumi, tsunami, deretan erupsi gunung api dan gerakan tanah. Letak wilayah Indonesia yang berada di garis khatulistiwa cenderung timbulkan tingginya potensi terjadi berbagai jenis bencana hidrometeorologi. Iklim di Indonesia sangat dipengaruhi oleh lokasi dan karakteristik geografis. Indonesia memiliki 3 pola iklim dasar yaitu monsumal, khatulistiwa dan sistem iklim lokal.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana membagi bencana dalam 3 kategori : bencana alam, bencana non alam dan bencana sosial. UU ini merupakan perangkat hukum pertama yang mengubah paradigma penanggulangan bencana dari responsif ke preventif (pengelolaan risiko bencana).

"Kesiapsiagaan individu dan keluarga menjadi begitu penting, mengingat faktor yang paling menentukan keselamatan diri dari potensi bencana adalah penguasaan pengetahuan yang dimiliki oleh diri sendiri," ucap Wisnu Widjaja selaku Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB.

Kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat, pelaku pengelola sumber daya hayati dan lingkungan jadi faktor utama. Dukungan mitigasi struktural yang belum memadai juga dapat menjadi faktor utama. Semua orang mempunyai risiko terhadap potensi bencana, sehingga penanganan bencana merupakan urusan semua pihak. Perlunya dilakukan berbagai peran dan tanggung jawab dalam peningkatan kesiapsiagaan di semua tingkatan.

Di beberapa negara lain telah mempunyai hari atau bulan secara khusus untuk melatih  kesiapsiagaan maayarakat, seperti di Jepang tiap tanggal 1 September, Korea Selatan pada bulan Mei dan Amerika Serikat pada bulan September. Begitu juga di Indonesia, lahirnya UU ini telah melatarbelakangi pemilihan Hari Kesiapsiagaan Bencana yang jatuh pada tanggal 26 April.

BNPB mengharapkan HKB yang yang dilakukan semua pihak disetiap tahunnya sebagai latihan evakuasi bencana bersama. Latihan ini merupakan upaya untuk memperkuat kapasitas kesiapsiagaan masyarakat, sehingga mereka mengenal ancaman risiko disekitarnya, mampu mengelola informasi peringatan diri, memahami rambu peringatan, serta mengurangi kepanikan dan ketergesaan saat evakuasi yang biasanya justru menimbulkan korban dan kerugian.

Latihan Kesiapsiagaan Bencana : Siap, untuk Selamat!



Latihan Kesiapsiagaan Bencana: Siap, untuk Selamat! merupakan pesan utama bersama yang akan didorong dalam proses penyadaran dalam peningkatan kemampuan diri sendiri.

Latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kewaspadaan dan kesiapsiagaan seluruh komponen bangsa dalam menghadapi potensi bencana di Indonesia. Dalam situasi darurat, pemgambilan keputusan secara tepat dapat meningkatkan peluang selamat dan meminimalkan dampak kerugian. 

Ada 3 tahapan latihan : Tahap Pelatihan, Tahap Simulasi dan Tahap Uji Sistem. Dan kegiatan latihan ini dapat dilakukan minimal 1 tahun sekali, guna mengurangi jumlah korban bencana.

Latihan Kesiapsiagaan merupakan salah satu upaya mendasar untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran menumbuhkan budaya siaga.

Jenis-jenis latihannya :

  1. Aktivasi Sirine Peringatan Dini 
  2. Latihan Evakuasi Mandiri di Sekolah//Madrasah, RS Siaga Bencana, Gedung Bertingkat&Pemukiman 
  3. Uji Terap Tempat Pengungsian Sementara/Akhir se-Indonesia.

Latihan ini diartikan sebagai bentuk latihan koordinasi, komunikasi dan evakuasi dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Salah satu faktor yang paling menentukan adalah penguasaan pengetahuan yang dimiliki oleh diri sendiri untuk menyelamatkan dirinya dari ancaman risiko bencana.



1 komentar:

  1. Pengetahuan untuk menyelamatkan diri saat bencana sangat penting untuk diketahui anggota keluarga tetdekat ya dan Saat bencana datang jangan panik , hal tersebut dapat meminimalisir korban harta,benda dan nyawa

    BalasHapus